ANJURAN
MENIMBA ILMU SYAR'IY
DARI
ASY SYAIKH ABDULLOH AL IRYANIY
Diperiksa dan diidzinkan penyebarannya oleh:
Fadhilatusy Syaikh Al 'Allamah
Abu Abdirrohman
Yahya bin Ali Al Hajuriy حفظه الله
Ditulis dan diterjemahkan Oleh:
Abu Fairuz Abdurrohman bin Soekojo Al Jawiy
Al Indonesiy
–semoga Alloh memaafkannya-
بسم الله الرحمن الرحيم
Judul
Asli:
"Hatstsu Ahli Biladiy 'Alal Istifadah Min Asy Syaikh
Abdillah Al Iryaniy"
Judul
terjemah bebas:
"Anjuran Menimba Ilmu
Syar'iy Dari Asy Syaikh Abdulloh Al Iryaniy"
Diperiksa
dan diidzinkan penyebarannya oleh:
Fadhilatusy
Syaikh Al 'Allamah Abu Abdirrohman
Yahya bin Ali Al Hajuriy حفظه الله
Ditulis dan diterjemahkan Oleh:
Abu Fairuz Abdurrohman bin
Soekojo Al Jawiy
Al Indonesiy
–semoga
Alloh memaafkannya-
بسم الله الرحمن الرحيم
PEMBUKAAN
الحمد لله
وأشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا عبده ورسوله صلى الله عليه وعلى آله وسلم أما
بعد:
Berikut ini adalah kalimat yang saya berharap dari Alloh ta’ala manfaatnya,
saya sebutkan di dalamnya dorongan untuk mencari ilmu di hadapan ahlinya dan
penyerunya. Dan yang demikian itu karena kegembiraan saya dengan datangnyasyaikh
kami yang mulia Abu Abdirrohman Abdulloh bin Ahmad Al Iryaniy حفظه اللهuntuk
berdakwah ke jalan Alloh, dan mengajar di negri kita, negri Islamiyyah yang
tercinta Indonesia, dan dikarenakan kebutuhan muslimin untuk memperdalam ilmu
agama Alloh, sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadits Mu’awiyah رضي الله عنه bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
«من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين». (أخرجه البخاري (71) ومسلم (1037)).
“Barangsiapa
diinginkan Alloh kebaikan untuknya, Alloh akan menjadikannya memahami agama
ini.” (HR. Al Bukhoriy (71) dan Muslim (1037)).
Dan saya menganjurkan saudara-saudara saya –semoga Alloh menjaga mereka- untuk
mengambil faidah dari Syaikh sunniy yang mulia ini, penyeru ke jalan Alloh. Dan
cocok sekali dalam kesempatan ini untuk saya mengajak saudara-saudara saya
–semoga Alloh menjaga mereka- lebih mengenal Asy Syaikh Abu Abdirrohman
Abdulloh bin Ahmad Al Iryaniy حفظه الله dan
kebaikan yang beliau miliki, yang berupa ilmu yang bagus, petunjuk dan manfaat
untuk saudara-saudara beliau kaum muslimin, dalam bab menunjukkan kepada
kebaikan. Dalam “Shohih” dari Abu Mas’ud رضي الله عنه :
bahwasanya Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda:
«من دل على خير فله مثل أجر فاعله». (أخرجه مسلم (1893)).
“Barangsiapa
menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala semisal
dengan orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim (1893)).
Dan dari Anas رضي الله عنه
bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
«الدال على الخير كفاعله».
“Orang
yang menunjukkan kepada kebaikan, maka dia itu seperti orang yang
mengerjakannya.” (HR. At Tirmidziy (2670), dan punya pendukung dari hadits
Buroidah رضي الله عنه diriwayatkan oleh Ahmad (23077). Maka hadits
ini shohih).
Selamat menyimak gambaran yang Alloh mudahkan tentang syaikh kita dan pengajar
kita yang mulia Abu Abdirrohman Abdulloh bin Ahmad Al Iryaniy حفظه الله. Alloh sematalah yang memberikan taufiq.
JEJAK-JEJAK
ILMIYYAH DAN AMALIYYAH ASY SYAIKH ABDULLOH AL IRYANIY. DAN PUJIAN ULAMA
TERHADAP BELIAU –SEMOGA ALLOH MENJAGA BELIAU DAN MEREKA SEMUA-
Sesungguhnya Asy Syaikh Abu Abdirrohman Abdulloh bin Ahmad bin Hasan Al Iryaniy
حفظه الله berasal dari keluarga Alu Iryaniy.
Al Iryaniy nisbat ke benteng Iryan di puncak gunung Bani Saif yang tinggi di
kabupaten Qofr (Qofr Yarim), bagian dari propinsi Ibb. Kembalinya nasab mereka
adalah Bani Saif, salah satu kabilah Yahshub bin Dahman bin Malik, dari anak
Humaisa’ bin Himyar. Alul Iryaniy adalah keluarga yang terkenal dengan
keutamaan dan ilmu. Sejumlah banyak sekali anggota keluarga itu tampil menjadi
tokoh kehakiman, adab dan kepemimpinan. Selesai penukilan yang dimaksudkan.
(“Mausu’atul
Alqobil Yamaniyyah”/dari huruf Alif sampai Ha/hal. 56/cet. Muassasah Jami’iyyah
Lid Dirosah Wan Nasyr Wat Tauzi’).
Asy Syaikh
Abdulloh Al Iryaniy حفظه الله termasuk murid senior Al Imam Al ‘Allamah
Muqbil bin Hadi Al Wadi’iy رحمه الله تعالى .
Kemudian beliau mengambil faidah dari dars-dars Asy Syaikh Al ‘Allamah Yahya
bin Ali Al Hajuriy حفظه الله تعالى .
Beliau mengajari anak-anak muslimin berbagai pelajaran di Darul Hadits di
Dammaj dan di berbagai markiz-markiz ilmiyyah di Yaman. Dan beliau termasuk dai
terkenal di negri Yaman. Dan beliau juga termasuk dari kalangan tokoh yang
kokoh di atas sunnah dan penasihat yang punya kecemburuan terhadap agama, di
atas manhaj salaf. Alloh sajalah yang bisa menilai beliau.
Syaikh kami Abdulloh Al Iryaniy حفظه الله tinggal
di Darul Hadits dalam tempo yang lama, memberikan faidah dan mengambil faidah,
menulis risalah-risalah yang bermanfaat, keluar untuk dakwah di berbagai tempat
di Yaman, Alloh mengokohkan beliau di fitnah-fitnah ahli ahwa, bangkit untuk
menolong kebenaran dan para pembela kebenaran, dan menghantam kebatilan dan
para ahli batil sesuai dengan kemampuan beliau.
Kemudian beliau حفظه الله berpindah
dan tinggal di masjid Baidho sambil melanjutkan amalan-amalan beliau yang
diberkahi, kemudian di Baitul Faqih, dan sebelum itu di wilayah Yafi’ dan yang
lainnya dengan karunia Alloh, di mana saja beliau singgah, beliau bermanfaat.
Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata: “Maka sesungguhnya orang
yang bermanfaat itulah orang yang diberkahi. Dan yang paling bermanfaat dan
paling besar berkahnya adalah orang yang diberkahi di kalangan manusia di
manapun dia berada. Dia itulah yang diambil manfaatnya di manapun dia turun.”
(“Zadul Ma’ad”/4/hal. 141).
Al Imam Ibnu Katsir رحمه الله berkata:
“Dan para makhluk itu semuanya adalah tanggungan Alloh. Maka orang yang paling
dicintai oleh Alloh adalah orang yang paling bermanfaat bagi para makhluk-Nya.”
(“Tafsirul Qur’anil ‘Azhim”/4/hal. 12).
Dan syaikh kami Yahya Al Hajuriy حفظه الله telah
mengutus beliau (di selang waktu bulan Sya’ban dan Romadhon 1432 H) ke negri
kami Indonesia untuk berdakwah dan mengajarkan ilmu dan amal syar’iy, dan
memahamkan manusia tentang dakwah Ahlussunnah, bahwasanya dakwah ini adalah
dakwah perdamaian dan perbaikan, bukan dakwah pemberontakan ataupun
penggulingan kekuasaan. Maka dihasilkanlah keberkahan dakwah yang agung dengan
karunia dan kedermawanan dari Alloh.
Kemudian syaikh kami Yahya Al Hajuriy حفظه الله menghimbau beliau agar tinggal di Indonesia
untuk berdakwah, mengajar dan mendidik. Maka kami mohon pada Alloh agar
menjadikan beliau bermanfaat bagi Islam dan Muslimin.
Kemudian sesungguhnya karya tulis seseorang itu menunjukkan kadar ilmu dan akal
dia. Yahya bin Kholid -rohimahullohu- berkata: “Ada tiga perkara yang
menunjukkan akal pemiliknya: Kitab menunjukkan akal penulisnya. Utusan
menunjukkan akal sang pengutus. Hadiah menunjukkan akal sang pemberi.”
(“Al ‘Aqdul Farid”/1/hal. 170).
Dan Alloh telah memberikan taufiq pada syaikh kami Abdulloh Al Iryaniy حفظه الله untuk menyebarluaskan berbagai ilmu sunnah dan membelanya
dengan tulisan dan khothbah, yang menunjukkan kuatnya ilmu beliau dan bagusnya
pemahaman beliau. Di antara karya tulis beliau adalah:
1-
“Irsyadul bashir Li Mafasid Wa Adhror Bid’atil Ihtifal Bi Yaumil Ghodir”(cet.
Darul Atsar)
Syaikh kami Yahya bin Ali Al Hajuriy حفظه الله dalam
pengantar beliau untuk kitab tadi berkata: “… akan tetapi Alloh itu mengawasi
para pengkhianat tadi. Dia Yang Mahasuci itulah Yang menggandengkan di setiap
zaman para tokoh yang jujur dan menasihati, dan menghibahkan jiwa-jiwa mereka
untuk menolong kebenaran dan melenyapkan kebatilan, berdasarkan ilmu yang kuat
dan cahaya dari Kitabulloh dan sunnah Rosul-Nya صلى الله عليه وسم . Dan termasuk nasihat yang paling agung
yang saya lihat pada hari-hari ini adalah: apa yang dilaksanakan oleh saudara
kita yang mulia dai ke jalan Alloh Abdulloh bin Ahmad Al Iryaniy حفظه الله, yang berupa penjelasan tentang kemungkaran-kemungkaran yang
terjadi pada hari raya Ghodir, dan penjelasan tentang bahaya-bahayanya terhadap
muslimin dalam agama dan dunia mereka. Di dalam risalah ini beliau mengumpulkan
mayoritasnya dan menjelaskan keburukannya. Ketika beliau membacakannya kepadaku
dengan perintah dari syaikh kami Al Wadi’iy([1]) –semoga Alloh menyembuhkan beliau-
aku melihat saudara kita Abdulloh Al Iryaniy komitmen pada kebenaran dan
ketepatan, dan mendatangkan faidah-faidah yang menyenangkan orang-orang yang
punya mata hati. Maka semoga Alloh membalasnya dengan kebaikan.” Selesai.
Asy Syaikh Muhammad Al Imam وفقه الله berkata:
“… saya telah melihat risalah saudara yang diberkahi Abdulloh bin Ahmad Al
Iryaniy yang berjudul:“Irsyadul bashir Li Mafasid Wa Adhror Bid’atil Ihtifal
Bi Yaumil Ghodir” maka saya dapati dia itu adalah risalah yang
bermanfaat, dan kebutuhan kepada risalah tadi adalah mendesak. Sang penulis
telah menjelaskan pada baris-baris risalahnya tersebut perkara yang dikandung
oleh bid’ah Ghodir, yang berupa aqidah yang rusak, keadaan yang mungkar, keburukan
yang menjijikkan, perbuatan-perbuatan yang menjijikkan. Dan memang demikianlah
nasihat untuk muslimin, pembelaan terhadap kebenaran, saling menolong di atas
kebajikan, melarikan orang dari kebatilan dan pembawa kebatilan.” Selesai yang
dimaksudkan.
Saya katakan عفا الله عني: “Dan
kitab ini merupakan bantahan terhadap bid’ah Rofidhoh dalam perayaan mereka di
suatu hari, mereka pada hari itu membikin kemungkaran-kemungkaran yang besar,
di antaranya adalah caci-makian yang keras terhadap para Shohabat. Dan
terkadang mereka mendatangkan seekor anjing betina, lalu mereka menguburnya
setengah badan dan merajamnya sampai mati dengan keyakinan bahwasanya dia tadi
adalah Ummul Mukminin Aisyah رضي الله عنها dan
bahwasanya beliau itu berzina –kita berlindung pada Alloh dari keburukan ucapan
ini- dan belum ditegakkan pada beliau hadd. Maka bangkitlah Asy Syaikh Abdulloh
Al Iryaniy حفظه الله dengan menulis kitab yang bagus untuk membantah bid’ah yang
busuk itu.
2-
“Shifatu ‘Umrotin Nabi صلى الله عليه وسلم” (cet. Darul Atsar)
Syaikh kami Yahya bin Ali Al Hajuriy حفظه الله dalam
pengantar beliau untuk kitab ini berkata: “… saya telah membaca risalah “Shifatu
‘Umrotin Nabi صلى الله عليه وسلم“ karya saudara kita yang mulia Asy Syaikh Abdulloh bin Ahmad
Al Iryaniy حفظه الله maka saya lihat beliau telah mendatangkan di dalamnya
pembahasan-pembahasan yang berfaidah yang mencakup insya Alloh hukum-hukum
umroh dan adab-adab terpentingnya. Kita mohon pada Alloh untuk memberikan
manfaat bagi muslimin dengan kitab tadi dan dengan pemiliknya. Dan dengan
pertolongan Alloh sajalah kita mendapatkan taufiq.”
Asy Syaikh Muhammad Al Imam وفقه الله berkata:
“… saya telah diminta untuk memberikan kata pengantar bagi risalah “Shifatu
‘Umrotin Nabi صلى الله عليه وسلمWa Ahammi Mabadiiha” karya
saudara kita Asy Syaikh Abdulloh bin Ahmad Al Iryaniy حفظه الله . Dan Asy Syaikh Abdulloh telah diketahui dalam tulisan-tulisan
beliau bahwasanya beliau itu berusaha mencari kebenaran, dan menghiasinya
dengan ucapan para ulama. Dan penulisan berdasarkan metode Ahlil Hadits Wal
Ittiba’ itu bermanfaat dan berfaidah, segala puji bagi Alloh. Dan kita mohon
pada Alloh untuk memberikan taufiq pada kita semua untuk menyebarkan kebaikan,
dan mengajak kepadanya dan menegakkannya.” Selesai.
3-
“Al Qoulul Jali Fi Nasfi Abathilil Wataril Muftari”
Dalam kandungan risalah tadi beliau membongkar kedustaan-kedustaan sebagian
pengikut Abul Hasan (Nu’man Al Watar) terhadap syaikh kami Yahya bin Ali Al
Hajuriy حفظه الله , yang mana kejahatan para ahli ahwa itu terus berdatangan
terhadap beliau, setiap kali satu jenis dari mereka gagal dengan rencana
mereka, digantikanlah oleh yang lain. Maka beliau meruntuhkan kedustaan tadi
dan membinasakannya. Telah berdatangan syukur, pujian dan ucapan selamat untuk
beliau setelah keluarnya risalah yang bagus ini, dari kalangan para salafiyyin
yang cemburu.
4-
“Ta’zizil Qoulil Jali”
Di dalamnya ada bantahan yang sangat bagus terhadap risalah “Al Muhannadul
Yamaniy” karya Nu’man Al Watar al hizbiy, dan lembaran-lembaran Fahd Al
Ba’daniy.
5-
“Wafatun Nabi صلى الله عليه وسلم , Waqfatun Wa ‘Ibar” (cet.
Darul Atsar)
Di dalamnya ada pelajaran-pelajaran yang penting dan bagus dari kisah wafatnya
Nabi صلى الله عليه وسلم.
6-
“Al Faidh Fi Hukmi Massil Mushhaf Wa Qiroatil Qur’an Wa Dukhulil Masjid Lil
Junub Wal Haidh” (cet. Darul Atsar)
Syaikh kami Yahya bin Ali Al Hajuriy حفظه الله dalam
pengantar beliau untuk kitab ini berkata: “… saudara kita yang mulia, dai ke
jalan Alloh di atas bashiroh dan dalil, Asy Syaikh Abdulloh Al Iryaniy وفقه الله telah mengirimkan kepadaku tiga risalah-risalah:
Yang
pertama: yang terbagus bidangnya dan paling luas curahan kerja
kerasnya, adalah apa yang beliau sandarkan kepadanya, yaitu pembahasan hukum
memegang mushhaf dan membaca Al Qur’an serta masuk masjid bagi orang yang junub
dan wanita haidh. Ini adalah masalah-masalah yang di dalamnya banyak
perselisihan. Semoga Alloh mensyukuri saudara kita Abdulloh Al Iryaniy, sungguh
beliau telah mendiskusikan masalah-masalah ini dengan diskusi ilmiyyah yang
mendetail, berpatokan pada dalil-dalil Al Qur’an dan sunnah dan atsar yang
shohih, jauh dari taqlid dan serampangan yang memalingkan banyak tokoh dari
ucapan dan perbuatan yang benar.
Risalah
kedua: pembahasan beliau tentang sifat wudhu Nabi صلى الله عليه وسلم , beliau mendatangkannya dalam keadaan yang
paling baik.
Maka jadilah kedua pembahasan tadi rujukan yang penting yang belum pernah saya
lihat semisal itu dalam kedua bab itu, dalam masalah perhatian dan penyimpulan
pendapat di atas pemahaman yang tembus dan pengetahuan.
Risalah
ketiga: pembahasan beliau tentang sifat Rosul yang mulia عليه الصلاة والسلام , saudara kita yang mulia itu mengurusinya
dengan menyebutkan sifat Rosul صلى الله عليه وسلم dalam hadits-hadits yang shohih, dan beliau menghiasinya dengan
faidah-faidah yang menguntungkan dari syarh-syarh hadits-hadits tadi, dan
komentar-komentar yang lurus. Hanya saja judul yang ada di lembaran-lembaran
itu lebih luas daripada apa yang dikandungnya dalam lipatan-lipatan risalah
tadi. Seandainya saudara kita Abdulloh menambahkan kata Mukhtashor (ringkasan)
Shifati Rosulillah صلى الله عليه وسلم niscaya yang demikian itu lebih layak.
Dan kita mohon pada Alloh untuk kita dan untuk saudara kita Abdulloh Al Iryaniy
tambahan dari karunia-Nya. Dan dengan Alloh sajalah taufiq.”
7-
“Shifatu Wudhuin Nabi صلى الله عليه وسلم“ (cet. Darul Atsar)
Di
dalamnya ada pelajaran-pelajaran yang penting tentang tata cara wudhu Nabi صلى الله عليه وسلم dari sunnah-sunnah beliau yang shohih dan
ucapan-ucapan para imam رحمهم الله.
8-
“Mukhtashor Shifatin Nabi صلى الله عليه وسلم“ (cet. Darul Atsar)
Di dalamnya ada gambaran karakteristik Nabi صلى الله عليه وسلم , bagaikan cahaya yang agung yang dengannya orang yang
bersemangat untuk meneladani beliau صلى الله عليه وسلم mengambil penerangan.
9-
“Mulakhoshu Ahkamil Janaiz” (cet. Darul Atsar)
Di
dalamnya ada pelajaran-pelajaran yang penting tentang hukum penyelenggaraan
jenazah dari sunnah-sunnah beliau yang shohih dan ucapan-ucapan para imam رحمهم الله.
10-
“Hishnul Mukmin: Adzkar Wa Ad’iyatin Nabi صلى الله عليه وسلم “ (cet. Maktabatul Imam Al
Wadi’iy, kemudian cet. Maktabah Daril Hadits)
Di dalamnya ada dzikir-dzikir dan doa-doa yang penting bersumber dari
dalil-dalil yang shohih, yang setiap mukmin butuh kepadanya sepanjang hidupnya.
11-
“Qom’ul Bajajah Alladzina Ja’alun Nushha Bi Manzilati Harohaj Rowajah”
Di dalamnya ada dalil-dalil yang sangat banyak dan penjelasan yang sangat bagus
tentang pentingnya membantah ahli batil.
12-
“Manaqibul Khulafair Rosyidin” (cet. Maktabatul Imam Al
Wadi’iy).
13-
“Zadul Mujahidin Li Daf’i Baghyil Mu’tadin” (cet.
Maktabah Ibni Taimiyyah)
14-
“300 Hadits Muttafaqun ‘Alaih, Muntaqoh Min Riyadhish Sholihin” (cet.
Darul Atsar)
15-
“Ad Durroh Fit Ta’liq ‘Ala Shifatil Hajj Wal ‘Umroh Lisy Syaikh Al ‘Utsaimin”
16-
“Riyadhudz Dzakirin Fi Syarh Hishnil Mukmin Min Adzkar Wa Ad’iyatin Nabiyyil
Amin”
17-
“Durrus Sahabah Fi Adabil Istithobah”
18-
“Al Kusuf: Ahkam Wa Fawaid”
19-
“Mansakul Hajj Wal ‘Umroh”
20-
“Nailul Wathor Fi Ahkamil Mathor”
21-
“Ayatullohil Kubro Allati Roahan Nabiy Fi Lailatil Isro”
22-
“Fathush Shomad Fi Syarhish Shohihil Musnad Min Dalail Nubuwwah Muhammad Lil
Imamil Wadi’iy”
Dan
risalah-risalah berfaidah yang bermanfaat yang lain.
Dan Syaikh kami Al ‘Allamah Yahya bin Ali Al Hajuriy حفظه الله dalam kitab beliau “Ath Thobaqot” berkata: “Abdulloh bin Ahmad
bin Hasan Al Iryaniy, Abu Abdirrohman, penyeru ke jalan Alloh, punya pandangan
yang tajam terhadap sunnah, … (rujuk “Ath Thobaqot”/strata pertama/no. 63).
HAKIKAT
ILMU DAN FIQH YANG BERMANFAAT
Sesungguhnya ilmu itu adalah: mengetahui sesuatu sesuai dengan sifatnya, dengan
pengetahuan yang pasti. Al Munawiy رحمه الله berkata:
“Ilmu adalah keyakinan yang pasti dan kokoh, yang mencocoki kenyataan.” (“At
Ta’arif”/hal. 523-524).
Dan ilmu itu dibangun di atas dalil. Syaikhul Islam رحمه الله berkata: “Sesungguhnya ilmu itu adalah sesuatu yang dalil itu
tegak di atasnya. Dan ilmu yang bermanfaat adalah yang dibawa oleh Rosul. Maka
yang penting adalah kita berkata dengan ilmu, yaitu penukilan yang dibenarkan
dan penelusuran yang dipastikan.” (“Majmu’ul Fatawa”/6/hal. 388).
Al Imam Ibnu Abdil Barr رحمه الله berkata:
“Ahli fiqh dan atsar dari seluruh kota telah bersepakat bahwasanya ahli kalam
adalah ahli bida’ dan para penyeleweng, dan mereka menurut semuanya tidak
teranggap di dalam lapisan-lapisan fuqoha. Ulama itu hanyalah ahli atsar dan
orang-orang yang memperdalam pemahaman atsar. Dan mereka itu bertingkat-tingkat
di dalamnya dengan kemantapan, pembedaan dan pemahaman.” (“Jami’ Bayanil ‘Ilm
Wa Fadhlih”/3/hal. 176).
Dan barangsiapa merenungkan tulisan-tulisan Asy Syaikh Abdulloh Al Iryaniy حفظه الله dia akan yakin bahwasanya beliau itu seorang yang alim dan
faqih.
Kemudian
ketahuilah bahwasanya hakikat ilmu itu itu bukanlah sekedar hapalan ilmu,
mengetahui dalil-dalil, dan memahami nash-nash semata. Bahkan seorang yang alim
dan faqih itu harus menggabungkan perkara-perkara itu tadi dengan pengamalan
tuntutannya. Inilah dia orang alim dan faqih yang sejati. Alloh ta’ala
berfirman:
﴿إِنَّمَا يَخْشَى الله مِنْ عِبَادِهِ
الْعُلَمَاء﴾ [فاطر/28]
“Yang
takut kepada Alloh dari kalangan hamba-Nya hanyalah para ulama.”
Al Imam Ath Thobariy رحمه الله berkata:
“Alloh Yang Mahatinggi penyebutannya berfirman: Hanyalah yang takut kepada
Alloh sehingga berusaha melindungi diri dari hukuman-Nya dengan taat kepada-Nya
adalah orang-orang yang tahu akan kemampuan Alloh terhadap apapun yang
dikehendakinya, dan bahwasanya Alloh itu mengerjakan apapun yang diinginkannya,
karena orang yang tahu perkara yang demikian itu dia akan merasa yakin akan
hukuman-Nya atas kedurhakaannya, maka dirinya merasa takut dan gentar kepada-Nya
bahwasanya Dia akan menghukumnya.” (“Jami’ul Bayan”/20/hal. 462).
Al Imam Al Hasan Al Bashriy رحمه الله berkata:
“Hanyalah orang faqih itu adalah orang yang zuhud terhadap dunia, yang berharap
besar terhadap akhirat, yang berpandangan tajam dalam urusan agamanya, yang
terus-menerus untuk beribadah pada Alloh عز وجل.”
(“Akhlaqul ‘Ulama”/karya Al Imam Al Ajurriy/no. (47)/dishohihkan oleh Syaikhuna
Yahya Al Hajuriy حفظه الله/cet.
Darul Atsar).
Al Imam Sufyan bin ‘Uyainah رحمه الله berkata:
“Orang yang paling bodoh adalah orang yang meninggalkan apa yang telah
diketahuinya. Dan orang yang paling berilmu adalah orang yang mengamalkan apa
yang telah diketahuinya. Dan orang yang paling utama adalah orang yang paling
khusyu’ pada Alloh.” (Diriwayatkan oleh Ad Darimiy/no. (343)/dishohihkan oleh
Syaikhuna Yahya Al Hajuriy حفظه الله dalam “Al
‘Urful Wardiy”/hal. 159/cet. Darul Atsar).
Dan telah nampak dari Asy Syaikh Al Iryaniy حفظه الله semangat
beliau untuk mengetahui kebenaran dan mengikutinya setelah jelas kebenaran itu
baginya, berbeda dengan dengan ahli hawa yang tidak bersemangat mengetahui
kebenaran, dan jika nampak kebenaran yang menyelisihi hawa nafsu mereka, mereka
membangkang terhadapnya dan memusuhi para pembawanya dalam keadaan dengki dan
zholim.
Al Imam Al Barbahariy رحمه الله berkata:
“Dan ketahuilah bahwasanya ilmu itu bukanlah dengan banyaknya riwayat dan
kitab. Akan tetapi orang alim itu adalah orang yang mengikuti ilmu dan sunnah
sekalipun ilmunya dan kitabnya sedikit. Dan orang yang menyelisihi Kitab dan
Sunnah itu adalah ahli bid’ah sekalipun dia itu banyak riwayatnya dan
kitabnya.” (“Thobaqotul Hanabilah”/2/hal. 30).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah رحمه الله berkata:
“Maka seorang mujtahid yang berijtihad secara ilmiyyah murni dia tidak punya
tujuan selain kebenaran, dan dia telah menempuh jalannya. Adapun orang
yang mengikuti hawa nafsu murni maka dia itu adalah orang yang mengetahui
kebenaran dan menentangnya.” (“Majmu’ul Fatawa”/29/hal. 44).
Beliau رحمه الله berkata: “Bahwasanya ilmu yang hakiki yang merasuk ke dalam
hati itu menghalangi untuk muncul darinya perkara yang menyelisihinya, baik
berupa ucapan ataupun perbuatan. Maka kapan saja muncul darinya perkara yang
menyelisihi ilmu itu tadi, pastilah dia itu dikarenakan kelalaian hati tadi
darinya, atau karena kelemahan ilmu itu di dalam hati untuk menghadapi perkara
yang menentangnya. Dan itu merupakan kondisi-kondisi yang bertentangan dengan
hakkikat ilmu, maka jadilah itu sebagai kebodohan dengan sudut pandang ini.”
(“Iqtdhoush Shirotil Mustaqim”/1/hal. 257).
Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata:
“Tidaklah salaf dulunya memberikan nama fiqh kecuali terhadap ilmu yang
disertai oleh amalan.” (“Miftah Daris Sa’adah”/1/hal. 115/Al Maktabatul
Mishriyyah).
Al Imam Ibnu Rojab رحمه الله berkata:
“Dan termasuk dari alamat ilmu yang bermanfaat adalah bahwasanya pemiliknya itu
tidak mendakwakan dirinya berilmu, dan tidak membanggakan ilmunya terhadap satu
orangpun, dan tidak menisbatkan orang lain kepada kebodohan, kecuali orang yang
menyelisihi sunnah dan Ahlissunnah, karena orang tadi (yang menisbatkan
penyelisih sunnah kepada kebodohan) itu mengkritik orang tadi dalam rangka
marah demi Alloh, bukan marah demi dirinya sendiri dan tidak bermaksud
meninggikan dirinya sendiri di atas satu orangpun. Adapun orang yang ilmunya
itu tidak bermanfaat, maka dia tak punya kesibukan selain menyombongkan diri
dengan ilmunya terhadap orang-orang, dan menampilkan keutamaan ilmunya terhadap
mereka, dan menisbatkan mereka kepada kebodohan, dan merendahkan mereka agar
dengan itu dirinya meninggi di atas mereka. Dan ini termasuk karakter yang
paling buruk dan paling hina.” (“Fadhlu ‘Ilmis Salaf ‘Alal Kholaf”/hal. 8).
Ilmu dan kebenaran itu tidak digantungkan pada tua atau mudanya usia. Berapa
banyak orang muda usia manakala mereka bersemangat untuk mencari kebenaran dan
tawadhu’ pada Robb mereka عز وجل maka
Alloh memberikan taufiq pada mereka kepada perkara yang diridhoi-Nya. Alloh
ta’ala berfirman:
﴿نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ
بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى * وَرَبَطْنَا
عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ
وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَهًا لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا﴾ [الكهف/13، 14].
“Kami
akan menceritakan padamu berita mereka dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah
para pemuda yang beriman pada Robb mereka dan Kami tambahkan pada mereka
hidayah dan Kami kokohkan tekad dan kesabaran hati mereka ketika mereka bangkit
lalu mereka berkata: Robb Kami adalah Robb langit dan bumi, kami tak akan
berdoa pada sesembahan selain-Nya. Sungguh jika demikian tadi kami telah
mengatakan suatu kecurangan dan kemustahilan.”
Al
Imam Ibnu Katsir رحمه الله berkata:
“Maka Alloh ta’ala menyebutkan bahwasanya mereka adalah para pemuda –yaitu
syabab (anak-anak muda)- dan mereka itu lebih menghadapkan diri kepada
kebenaran, dan lebih mendapatkan petunjuk kepada jalan yang lurus daripada
orang-orang tua yang telah berlarut-larut hidup dalam agama yang batil. Oleh
karena itulah maka kebanyakan orang-orang yang menyambut seruan Alloh
dan Rosul-Nya صلى الله عليه وسلم adalah para pemuda. Adapun orang-orang tua dari
Quroisy maka kebanyakan dari mereka telah lama tinggal di atas agama mereka,
dan tidak masuk Islam dari mereka kecuali sedikit. Dan demikianlah Alloh ta’ala
mengabarkan tentang ashhabul Kahf bahwasanya mereka itu adalah anak-anak muda.”
(“Tafsirul Qur’anil ‘Azhim”/5/hal. 140).
Diriwayatkan dari Ibrohim Al Harbiy رحمه الله
bahwasanya beliau berkata: “Sesungguhnya orang muda jika mengambil ucapan
Rosululloh صلى الله عليه وسلم , para shohabat dan para tabi’in, maka dia
itu adalah orang besar. Sementara syaikh tua jika mengambil ucapan Abu Hanifah
dan meninggalkan sunnah-sunnah, maka dia itu kecil.” (“Syarh Ushul I’tiqod
Ahlissunnah”/Al Lalikaiy/no. 91)([2]).
Al
Imam Ibnu Abdil Barr رحمه الله berkata:
“Pada masa lalu telah ada orang tua dan muda yang memimpin dengan ilmunya. Dan
Alloh itu mengangkat derajat-derajat orang yang disukai-Nya.” (“Jami’ Bayanil
‘Ilmi Wa Fadhlih”/1/hal. 501/Dar Ibnil Jauziy).
AHLI
AHWA MENGHINAKAN AHLI HADITS, MEMBENCI MEREKA DAN MENCERCA MEREKA TANPA
KEBENARAN
SIAPAKAH
AHLI HADITS ITU?
Abu Muhammad Ibnu Qutaibah رحمه الله berkata:
“Adapun ashabul hadits maka sesungguhnya mereka itu mencari kebenaran dari sisi
hadits, dan menelusurinya dari tempat yang di situ ada dugaan besar ada
kebenaran di situ, dan mereka mendekatkan diri pada Alloh ta’ala dengan
mengikuti sunnah-sunnah Rosululloh صلى الله عليه وسلم dan mencari jejak-jejak beliau dan kabar-kabar beliau di
daratan dan lautan, di timur dan barat, …” (“Ta’wil Mukhtalafil Hadits”/hal.
73).
Syaikhul Islam رحمه الله berkata:
“Dan kami tidak memaksudkan bahwasanya Ahli Hadits itu adalah orang-orang yang
membatasi diri dengan mendengar hadits atau menulisnya atau meriwayatkannya,
bahkan kami memaksudkan bahwasanya mereka itu adalah: setiap orang yang paling
berhak untuk menghapalnya, mengetahuinya, dan memahaminya lahir dan batin, dan
mengikutinya lahir dan batin. Dan begitu pula Ahlul Qur’an.” (“Majmu’ul
Fatawa”/4/95).
Beliau رحمه الله juga berkata: “Jelaslah bahwasanya orang yang paling berhak
untuk menjadi Firqoh Najiyah adalah Ahlul hadits Was Sunnah, yang mana mereka
itu tak punya pengikut yang mereka fanatik untuknya kecuali Rosululloh صلى الله عليه وسلم . Dan mereka itu adalah orang yang paling
tahu tentang ucapan dan keadaan beliau, dan mereka itu paling memisahkan
riwayat yang shohih dengan yang sakit. Para imam mereka adalah para fuqoha
dalam riwayat dan orang-orang yang mengetahui makna-maknanya dan mengikutinya,
dalam rangka membenarkan, mengamalkan, mencintai, loyal dengan orang yang loyal
terhadap riwayat, memusuhi orang yang memusuhi riwayat, mereka menimbang
ucapan-ucapan yang global dengan apa yang beliau bawa yang berupa Al Kitab dan
As Sunnah, maka mereka tidak memancangkan suatu perkataan dan menjadikannya
termasuk dari dasar-dasar agama mereka ataupun pendapat mereka, jika memang
tidak tetap dalilnya dari apa yang dibawa oleh Rosul. Bahkan mereka menjadikan
Al Kitab dan Al Hikmah yang Rosul diutus dengannya itulah dasar yang mereka
yakini dan menjadi patokan mereka.” (“Majmu’ul Fatawa”/3/hal. 347).
Beliau رحمه الله berkata: “Ahlul Hadits, dan mereka itu adalah Salaf (pendahulu)
dari tiga generasi dan Kholaf (pengganti) yang menempuh jalan mereka, …”
(“Majmu’ul Fatawa”/6/hal. 355).
Mereka itulah Ahlul Hadits.
Dan kami telah melihat kerasnya perhatian syaikh kami Abdulloh Al Iryaniy
terhadap sanad hadits dan isinya, keshohihannya dan kelemahannya, menghapalnya
dan menaatinya. Maka beliau seperti para masyayikh sunnah yang lainnya adalah
termasuk dari sejumlah Ahlul Hadits, dengan karunia dan kedermawanan Alloh.
﴿وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُورًا﴾ [الإسراء: 20].
“Dan
tidaklah pemberian Robbmu itu terlarang.”
Beliau dan seluruh masyayikh sunnah yang kokoh memiliki saham dari orang yang
dipuji oleh Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله : “Dan
segala pujian bagi Alloh yang menegakkan di zaman-zaman kosong orang-orang yang
menjadi penjamin untuk menjelaskan sunnah-sunnah para rosul, dan mengkhususkan
umat ini dengan senantiasa adanya kelompok yang tegak di atas kebenaran, tidak
membahayakan mereka orang yang menelantarkan mereka ataupun menyelisihi mereka
sampai datangnya urusan-Nya, sekalipun seluruh jin dan manusia bersatu untuk
memerangi mereka secara berkelompok-kelompok. Mereka mengajak orang yang sesat
kepada petunjuk, bersabar dari gangguan mereka, membikin orang yang buta bisa
melihat dengan cahaya Alloh dan menghidupkan dengan kitab-Nya orang-orang yang
mati. Maka mereka itu adalah orang yang paling bagus jalannya dan paling lurus
ucapannya. Maka berapa banyaknyakah orang yang terbunuh oleh Iblis mereka
hidupkan lagi, orang yang tersesat dan bodoh tidak mengetahui jalan
kelurusannya mereka bimbing, dan para mubtadi’ di dalam agama Alloh mereka
tembaki dengan meteor-meteor kebenaran dalam rangka jihad di jalan Alloh dan
mencari keridhoan-Nya, dan menjelaskan hujjah-hujjah-Nya dan
bayyinah-bayyinah-Nya terhadap alam semesta dalam rangka mencari kedekatan
dengan-Nya dan mendapatkan keridhoan-Nya dan jannah-jannah-Nya. Maka mereka
memerangi di jalan Alloh orang yang keluar dari agama-Nya yang tegak dan
jalan-Nya yang lurus orang-orang yang mengibarkan bendera-bendera kebid’ahan, …
dst.” (“Miftah Daris Sa’adah”/1/hal. 7/cet. Al Maktabatul ‘Ashriyyah).
AHLUL
AHWA MENGHINA AHLUL HADITS, MEMBENCI DAN MENCERCA MEREKA
Al
Hakim An Naisabury -rohimahulloh- berkata, ”Setiap orang yang ternisbatkan
kepada suatu jenis penyelewengan dan kebid’ahan, dia itu tidak memandang kepada
Ath Tho’ifatul Manshuroh kecuali dengan pandangan mata kehinaan dst.”
(“Ma’rifatu ‘Ulumil Hadits” 1/hal. 6)
Al Imam Ibnul Qoyyim -rohimahulloh- berkata: “Pasal: tentang bahwasanya Ahlul
Hadits mereka itulah anshor (penolong) Rosululloh r dan golongan khusus beliau,
dan tak akan membenci Anshor orang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir:
“Wahai orang yang membenci dan mencaci Ahlul hadits, bergembiralah dengan akad
kewalian dengan setan.”
(“Al
Kafiyah was Syafiyah”/Ibnul Qoyyim/1/hal. 57)
Dan
itu adalah termasuk alamat ahli bida’ sejak zaman dulu. Al Imam Abu Hatim Ar
Roziy rohimahulloh berkata: “Alamat dari Ahlul bida’ adalah celaan terhadap
Ahlul Atsar.” (“Aqidatus Salaf”/ hal. 110/Al Imam Ash Shobuniy/Darul Minhaj/hasan
lighoirih).
Ahmad bin Sinan Al Qoththon رحمه الله berkata:
“Tidak ada di dunia seorang mubtadi’pun kecuali dia itu membenci Ahli Hadits.
Dan jika seseorang membikin bid’ah maka dicabutlah manisnya hadits dari
hatinya.” (“Aqidatus Salaf”/ hal. 109/Al Imam Ash Shobuniy/Darul Minhaj/hasan
lighoirih).
Dan demikian pula hizbiyyun. Imam Al Wadi’y -rohimahulloh- berkata,”Dan
di antara alamat para hizbiyyin adalah bahwasanya mereka mengejek ulama,
dan mentazhid (menjadikan orang merasa tidak butuh) dari duduk-duduk dengan
ulama, dan ini merupakan perbuatan yang membikin senang musuh-musuh Islam, dan
bahkan merupakan perbuatan yang menyenangkan setan-setan, Wallohul musta’an.”
(“Ghorotul Asyrithoh” 1/hal. 579/Maktabah Shon’a Al Atsariyyah).
DORONGAN
UNTUK MENANGGUK FAIDAH
Sesungguhnya Alloh menciptakan manusia dan jin agar mereka beribadah kepada-Nya
dan tidak menyekutukan dengan-Nya sesuatu apapun, dan menuntut mereka ibadah
dengan mengikuti syariat Nabi-Nya صلى الله عليه وسلم , dan memperingatkan mereka dari tipu daya setan yang menyeru
golongannya agar menjadi penghuni neraka Sa’ir.
Dan ini semua butuh kepada kedalaman ilmu. Maka mengetahui perincian syariat
agar manusia bisa menegakkannya dan mengetahui perincian perangkap-perangkap
setan agar mereka menghindar darinya, itu semua butuh kepada bashiroh (ilmu dan
keyakinan, atau puncak ilmu). Maka kita harus bersemangat untuk menuntut ilmu
syar’iy.
Syaikhul Islam رحمه الله berkata:
“Tiada keraguan bahwasanya orang yang diberi ilmu dan iman itu lebih tinggi
daripada orang yang diberi iman saja, sebagaimana ditunjukkan oleh Kitab dan
Sunnah. Dan ilmu yang terpuji yang ditunjjukkan oleh Kitab dan Sunnah adalah
ilmu yang diwariskan oleh para Nabi. Sebagaimana sabda Nabi صلى الله عليه وسلم :
إن العلماء ورثة الأنبياء؛ إن الأنبياء لم يورثوا درهما ولا دينارا،
وإنما ورثوا العلم، فمن أخذه أخذ بحظ وافر .
“Sesungguhnya
para ulama adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya para Nabi itu tidak
mewariskan dirham ataupun dinar, akan tetapi mereka itu hanyalah mewariskan
ilmu. Maka barangsiapa mengambilnya, dia telah mengambil bagian yang banyak.” ([3])
Dan ilmu ini ada tiga macam:
[jenis pertama]: Ilmu tentang Alloh, nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya dan yang
mengikuti itu. Dan untuk yang semisal itu Alloh menurunkan surat Al Ikhlas,
Ayat Kursi dan semisalnya.
Jenis kedua: ilmu tentang apa yang Alloh kabarkan, berupa perkara yang telah
lewat, perkara yang akan terjadi di masa mendatang, dan perkara yang terjadi
saat ini. Dan untuk yang semisal itu Alloh menurunkan ayat-ayat kisah, janji,
ancaman, sifat Jannah dan Neraka dan semisalnya.
Jenis ketiga: ilmu tentang apa yang Alloh perintahkan, tentang perkara-perkara
yang terkait dengan hati dan anggota badan, tentang iman kepada Alloh,
pengetahuan tentang hati dan keadaannya, ucapan dan amalan anggota badan. Dan
ilmu ini ada di dalamnya ilmu tentang dasar-dasar iman dan kaidah-kaidah Islam.
Dan masuk di dalamnya ilmu tentang ucapan-ucapan dan perbuatan lahiriyyah. Dan
ilmu ini termasuk di dalamnya apa yang ditemukan dalam kitab-kitab ahli fiqh,
ilmu tentang hukum-hukum perbuatan lahiriyyah, … dst.
(selesai
dari “Majmu’ul Fatawa”/11/hal. 396-397).
Al Imam Al Lalikaiy رحمه الله berkata:
“Maka sesungguhnya perkara yang paling wajib atas seseorang adalah: mengenal
aqidah agama, dan perkara yang Alloh bebankan pada para hamba-Nya, yang berupa
memahami tauhid-Nya, sifat-sifat-Nya, pembenaran Rosul-rosul-Nya dengan
dalil-dalil dan keyakinan, dan mencari sarana kepada jalan-jalannya dan
berdalil terhadapnya dengan hujjah-hujjah dan bukti-bukti. Dan termasuk ucapan
yang paling agung dan paling jelas hujjahnya dan dipahami akal adalah:
Kitabulloh yang benar dan terang, lalu ucapan Rosululloh صلى الله عليه وسلم dan perkataan para Shohabat beliau
orang-orang yang terbaik dan bertaqwa, kemudian apa yang disepakati oleh para
Salafush Sholihun, lalu berpegang teguh dengan semua itu dan tegak di atasnya
sampai hari Pembalasan. Lalu menjauh dari bid’ah-bid’ah ataupun mendengarnya
dari perkara-perkara yang dibuat-buat oleh orang-orang yang menyesatkan.”
(“Syarh Ushul I’tiqod Ahlissunnah Wal jama’ah”/1/hal. 2).
Dan Al Khothib Al Baghdadiy رحمه الله berkata:
“Maka wajib bagi setiap orang untuk mempelajari perkara yang wajib
diketahuinya, dari perkara-perkara yang Alloh wajibkan padanya, sesuai dengan
kemampuannya untuk mencurahkan kerja kerasnya demi kebaikan dirinya sendiri.
Dan setiap muslim yang baligh, berakal, pria dan wanita, orang merdeka, budak,
wajib bagi dirinya untuk bersuci, sholat, dan puasa wajib. Maka wajib bagi
setiap muslim untuk mengetahui ilmunya. Dan demikian pula wajib bagi setiap
muslim untuk mengetahui apa yang halal baginya dan apa yang diharomkan
untuknya, yang berupa makanan, minuman, pakaian, kemaluan, darah, dan harta.
Maka ini semua tidak boleh seseorang itu untuk tidak mengetahuinya. Dan mereka
wajib untuk memulai mempelajarinya sampai mereka itu mencapai baligh dalam
keadaan mereka itu muslimin, atau ketika mereka masuk Islam setelah mencapai
baligh. Pemerintah memaksa para suami dan para tuan untuk mengajari para istri
dan para budak perempuan tentang perkara-perkara yang kami sebutkan tadi. Dan
pemerintah harus menghukum orang-orang jika membangkang dari perkara tadi. Dan
pemerintah harus menertibkan orang-orang untuk mengajari orang-orang yang
bodoh, menetapkan gaji untuk mereka dari baitul mal, dan wajib bagi para ulama
untuk mengajari orang bodoh, agar terpisahlah baginya kebenaran dari
kebatilan.” (“Al Faqih Wal Mutafaqqih”/1/hal. 185).
Jika kita telah tahu ini, maka tahulah kita bahwasanya kebutuhan kita kepada
ilmu syar’iy itu melebihi kebutuhan kita kepada makan dan minum.
Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata:
“Dan ilmu itu adalah apa yang dalil itu tegak di atasnya. Dan yang bermanfaat
darinya adalah yang dibawa oleh Rosul. Dan ilmu itu lebih baik daripada keadaan
(semacam keajaiban). Ilmu itu hakim sementara keadaan itu objek yang dihakimi.
Ilmu itu penunjuk jalan, sementara keadaan itu sebagai pengikutnya. Ilmu itu
sang pemberi perintah dan larangan, sementara keadaan itu pelaksana yang
menerima tugas. Keadaan itu adalah pedang, jika tidak disertai oleh ilmu maka
dia itu bagaikan perusak di tangan orang yang main-main. Keadaan itu adalah
tunggangan yang tak bisa disaingi. Jika dia tidak disertai oleh ilmu, dia akan
melemparkan penunggangnya ke tempat-tempat kebinasaan dan kehancuran. Keadaan
itu bagaikan air, diberikan kepada orang baik dan orang jahat. Jika keadaan itu
tidak disertai oleh cahaya ilmu, jadilah keadaan tadi bencana bagi pemiliknya.
Keadaan tanpa ilmu itu bagaikan penguasa yang keganasannya tidak dikekang oleh
suatu pengekang. Keadaan tanpa ilmu itu bagaikan api tanpa pengendali. Manfaat
keadaan itu tidak melampaui pemiliknya, sementara manfaat ilmu itu
bagaikan hujan deras yang menimpa dataran tinggi, bukit-bukit, perut-perut
lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan.Area ilmu itu meliputi dunia dan
akhirat, sementara area keadaan itu sempit tidak meliputi orang lain, dan
terkadang dia juga tidak meliputi pemiliknya.
Ilmu itu adalah penunjuk, sementara keadaan yang shohih itu mengikuti petunjuk
ilmu tadi. Ilmu itu adalah warisan para Nabi dan peninggalan mereka. pemilik
ilmu itu adalah bagaikan keluarga dekat Nabi dan pewaris mereka. ilmu itu
adalah kehidupan hati, cahaya mata hati, obat isi dada, kebun akal, keledzatan
arwah, teman akrab orang yang kesepian, penunjuk bagi orang-orang yang
kebingungan. Dan dia itu adalah timbangan yang dengannya ucapan, perbuatan dan
keadaan itu ditimbang. Ilmu itu adalah hakim yang memisahkan antara keraguan
dan keyakinan, ghoiy (kesesatan karena tidak beramal dengan ilmu) dengan rosyad
(kelurusan karena beramal dengan ilmu), huda (petunjuk berupa ilmu yang
bermanfaat) dan dholal (kesesatan karena tak punya ilmu). Dengannya Alloh
dikenal dan diibadahi, diingat, ditunggalkan, dipuji, diagungkan. Dan dengannya
orang-orang yang berjalan itu mengikuti petunjuk. Dan dari jalannya orang yang
sampai itu sampai ke tujuan. Dan dari pintunyalah para pencari itu masuk.
Dengannya syariat dan hukum itu dikenal, dan dipisahkannya yang halal dari yang
harom, dan dengannya kekeluargaan itu disambung. Dan dengannya tempat keridhoan
Yang dicintai itu dikenal. Dan dengan mengenalnya dan mengikutinyalah akan
sampai kepada Dzat Yang dicintai itu dalam waktu dekat.
Ilmu itu adalah imam, dan amalan itu adalah makmum. Ilmu itu pemimpin, dan
amalan itu pengikut. Ilmu itu adalah sahabat di keterasingan, teman bicara di
kesepian, teman akrab di keterasingan. Ilmu itu adalah penyingkap kesamaran.
Ilmu itu adalah orang kaya yang mana orang yang menemukan perbendaharaannya
tidak akan jadi faqir. Ilmu itu adalah tempat perlindungan yang mana orang yang
bernaung di penjagaannya tidak akan hilang. Mengulang kembali ilmu itu adalah
tasbih, penelusurannya adalah jihad, pencariannya adalah pendakatan diri,
pencurahan segalanya untuk mendapatkannya adalah shodaqoh. Pengajarannya itu
menyamai puasa dan sholat. Kebutuhan kepadanya itu lebih besar
daripadakebutuhan kepada minuman dan makanan. Al Imam Ahmad رضي الله عنه berkata: “Manusia itu lebih butuh kepada
ilmu daripada kebutuhan mereka pada makan dan minum, karena seseorang itu butuh
pada makanan dan minuman dalam sehari sekali atau dua kali, sementara
kebutuhannya pada ilmu itu sesuai dengan bilangan nafasnya.”
(selesai
dari “Madarijus Salikin”/2/hal. 469-470).
Dan Alloh telah memberikan taufiq pada sebagian saudara kita salafiyyin حفظهم الله وجزاهم خيرا untuk berupaya keras untuk mengundang syaikh
kami yang mulia Abdulloh Al Iryaniy untuk menegakkan dakwah dan tarbiyyah di
negri kita Indonesia. Maka kami mendorong para ikhwah semua untuk memanfaatkan
kesempatan agung ini dengan hadir di majelis-majelis beliau dan meneguk mata
air ilmu beliau dalam rangka mendekatkan diri pada Alloh عز وجل dan dalam rangka menjaga peninggalan Nabi Mushthofa صلى الله عليه وسلم.
Maka kami mohon pada Alloh Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang untuk
menyatukan hati-hati saudara-saudara kita sehingga satu sama lain saling
menyayangi, saling merendahkan diri kepada saudaranya, berkumpul dalam satu
majelis dalam keadaan saling bersaudara di majelis ulama Robbaniyyun yang turun
kepada majelis mereka ketentraman, mereka diliputi rohmah, mereka dikelilingi
para malaikat, dan Alloh menyebutkan mereka di kalangan para makhluk yang ada
di sisi-Nya.
Dan hendaknya mereka mengetahui bahwasanya tidaklah datang suatu zaman kecuali
zaman yang setelahnya itu lebih jelek daripada zaman tadi sampai kita berjumpa
dengan Robb kita. Dan kita tidak berputus asa bahwasanya Alloh akan menyayangi
kita dan memperbaiki kondisi kita. Akan tetapi para musuh bersemangat untuk
mempelajari syubuhat dan memenuhi syahawat. Maka jika para salafiyyun tidak
memikul warisan para Nabi عليهم الصلاة والسلام –yaitu ilmu yang dengannya dihasilkan keyakinan dan kesabaran-,
maka yang selain mereka lebih pantas untuk tidak memikulnya. Dan jika para
salafiyyun tidak menjadi penjaga agama ini dengan senjata-senjata yang kuat,
maka yang selain mereka lebih pantas untuk tidak menjaganya.
KABAR
GEMBIRA
BAGI
IKHWAH YANG BAKU TOLONG DEMI DIHASILKANNYA KEBAIKAN INI
Dan para ikhwah telah mencurahkan kerja keras
untuk dihasilkannya kebaikan yang besar ini, dan mereka telah merasakan
berbagai gangguan, rasa capek, kegundahan dan ujian-ujian lainnya.
Dan kerja keras tadi adalah termasuk bentuk saling menolong di atas kebaikan
dan taqwa yang diperintahkan di dalam Al Qur’an, maka Alloh tak akan
menyia-nyiakan pahala orang yang memperbagus amalannya, sekalipun terlihat
kecil di mata manusia. Dan setiap orang mendapatkan derajat-derajat disebabkan
oleh apa yang mereka amalkan. Alloh ta’ala berfirman:
﴿إِنَّ الله لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ
وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا﴾ [النساء: 40].
“Sesungguhnya
Alloh tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar dzarroh, dan jika ada
kebajikan sebesar dzarroh, niscaya Alloh akan melipatgandakannya dan memberikan
dari sisi-Nya pahala yang besar”
Dan seluruh casa capek orang-orang yang mengikhlaskan amalan untuk Alloh dan
mengikuti Rosul-Nya di jalan Alloh itu ada pahalanya di sisi Alloh. Alloh Yang
Mahasuci berfirman:
﴿ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ لَا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ
وَلَا نَصَبٌ وَلَا مَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ الله وَلَا يَطَئُونَ مَوْطِئًا
يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلَا يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَيْلًا إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ
بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ إِنَّ الله لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ * وَلَا
يُنْفِقُونَ نَفَقَةً صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً وَلَا يَقْطَعُونَ وَادِيًا
إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ لِيَجْزِيَهُمُ الله أَحْسَنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ﴾ [التوبة: 120، 121].
“Yang
demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan
kelaparan pada jalan Alloh, dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang
membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana
kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu
suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang
yang berbuat baik. Dan mereka tiada menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan
tidak (pula) yang besar dan tidak melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan
bagi mereka (amal saleh pula) karena Alloh akan memberi balasan kepada mereka
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Dan tiada keraguan bahwasanya ujian dan cobaan itu akan menghadang orang-orang
yang menempuh Shirothol Mustaqim untuk Alloh menguji kesabaran mereka. Alloh جل ذكره berfirman:
﴿الم أَحَسِبَ النّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ
يَقُولُوا آمَنّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنّا الّذِينَ مِنْ
قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنّ الله الّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنّ الْكَاذِبِينَ﴾ [ الْعَنْكَبُوتُ 1-3].
“Alif
laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:
“Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami
telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka Sesungguhnya Alloh
mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang
yang dusta.”
Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka hendaknya sang hamba merenungkan alur
ayat-ayat ini dan pelajaran-pelajaran dan perbendaharaan hikmah yang
dikandungnya. Karena sesungguhnya manusia itu jika para Rosul diutus kepada
mereka, mereka ada di antara dua perkara: apakah salah seorang dari mereka
berkata: “Kami beriman” ataukah tidak mengatakan itu dan bahkan berlanjut di
atas kejelekan dan kekufuran. Barangsiapa berkata: “Kami beriman”, Robbnya akan
mengujinya, mencobanya dan memberinya fitnah. Fitnah itu adalah: ujian dan
cobaan untuk menjadi jelaslah orang yang jujur dari orang yang dusta. Sedangkan
orang yang tak mau berkata: “Kami beriman” maka janganlah dia mengira
bahwasanya dia bisa menghindarkan diri, meloloskan diri dari Alloh dan
mendahului-Nya, karena sesungguhnya seluruh tahapan itu dilipat di kedua tangan
Alloh.” (“Zadul Ma’ad”/3/hal. 11).
Maka sebesar apapun ujian yang menimpa sang hamba, jika dia bertaqwa kepada
Alloh, maka sesungguhnya Alloh itu bersama dengan orang-orang yang bertaqwa.
Alloh ta’ala berfirman:
﴿وَمَنْ يَتَّقِ الله يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
* وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ﴾ [الطلاق: 2، 3].
“Dan
barangsiapa bertaqwa pada Alloh, Alloh akan menjadikan untuknya jalan keluar, dan
memberinya rizqi dari arah yang tak diduganya.”
Al Imam Ibnul Qoyyim berkata: “Maka sesungguhnya hamba itu jika
memurnikan niatnya untuk Alloh ta’ala, dan maksud dia, keinginan dia dan amalan
dia itu adalah untuk wajah Alloh Yang Mahasuci, maka Alloh itu bersama dia,
karena sesungguhnya Yang Mahasuci itu beserta orang-orang yang bertaqwa dan
orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan kepala taqwa dan kebaikan adalah
murninya niat untuk Alloh dalam penegakan kebenaran. Dan Alloh Yang Mahasuci itu
tiada yang bisa mengalahkan-Nya. Maka barangsiapa Allo bersamanya, maka
siapakah yang bisa mengalahkannya atau menimpakan kejelekan padanya? Jika Alloh
bersama sang hamba, maka kepada siapakah dia takut? Jika Alloh tidak
bersamanya, maka siapakah yang diharapkannya? Dan kepada siapa dia percaya? Dan
siapakah yang menolongnya setelah Alloh meninggalkannya? Maka jika sang hamba
menegakkan kebenaran terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri lebih
dulu, dan dia menegakkanya itu adalah dengan menyandarkan pertolongan pada
Alloh dan karena Alloh, maka tiada sesuatupun yang bisa menghadapinya.
Seandainya langit dan bumi serta gunung-gunung itu membikin tipu daya untuknya,
pastilah Alloh akan mencukupi kebutuhannya dan menjadikan untuknya jalan keluar
dari masalahnya.” (“I’lamul Muwaqqi’in”/ hal. 412/cet. Darul Kitabil ‘Arobiy).
Dan hanya kepada Alloh sajalah orang mukmin itu bertawakkal, karena
sesungguhnya Dia itulah Yang akan mencukupinya. Alloh Yang Mahasuci berfirman:
﴿وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى الله فَهُوَ
حَسْبُهُ إِنَّ الله بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ الله لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا﴾ [الطلاق: 3].
“Dan
barangsiapa yang bertawakkal kepada Alloh niscaya Alloh akan mencukupkan
(keperluan)nya. Sesungguhnya Alloh melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya.
Sesungguhnya Alloh telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”
Al Imam Ibnul Qoyyim رحمه الله berkata:
“Seandainya sang hamba bertawakkal pada Alloh ta’ala dengan sebenar-benar
tawakkal dan langit dan bumi beserta seluruh yang di dalamnya membikin tipu
daya untuknya,pastilah Alloh akan menjadikan untuknya jalan keluar dari yang
demikian itu, mencukupinya dan menolongnya.” (“Badai’ul Fawaid”/2/hal. 465).
Beliau رحمه الله juga berkata: “Seandainya sang hamba bertawakkal pada Alloh
ta’ala dengan sebenar-benar tawakkal dalam upaya menghilangkan sebuah gunung
dari tempatnya, dan memang dia diperintahkan untuk menghilangkan gunung itu,
niscaya dia akan bisa menghilangkannya.” (“Madarijus Salikin”/1/hal. 81).
Kita cukupkan sampai di sini. Dan kita mohon pada Alloh عز وجل dengan karunia-Nya dan kedermawanan-Nya agar mengokohkan kita
dan seluruh masyayikh kita di atas kebenaran sampai kita berjumpa dengan-Nya.
Sesungguhnya Dia Maha Mendengar Mahadekat lagi Maha memenuhi doa-doa.
﴿رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ
هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ﴾ [آل عمران: 8].
“(mereka
berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada
kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada
kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Memberi
(karunia)”.
سبحانك اللهم وبحمدك لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك.
والحمد لله رب العالمين.
Dammaj,
8 Robi’uts Tsani 1434 H.
DAFTAR
ISI
جدول المحتويات
Pembukaan.
3
Jejak-jejak
Ilmiyyah Dan Amaliyyah Asy Syaikh Abdulloh Al Iryaniy. Dan Pujian Ulama
Terhadap Beliau –semoga Alloh menjaga beliau dan mereka semua- 4
Hakikat
Ilmu Dan Fiqh Yang Bermanfaat 9
Ahli
Ahwa Menghinakan Ahli Hadits, Membenci Mereka dan Mencerca Mereka. 12
Siapakah
Ahli Hadits itu?. 12
Ahlul
ahwa menghina Ahlul Hadits, membenci dan mencerca mereka. 14
Dorongan
Untuk Menangguk Faidah. 15
Kabar
Gembira Bagi Ikhwah Yang Baku Tolong Demi Dihasilkannya Kebaikan Ini 18
Daftar
Isi 22
([1]) Di selang waktu sakitnya beliau di luar Yaman
([2]) Sanadnya
lemah.
Ubaidulloh
bin Muhammad bin Ahmad adalah Abu Ahmad, tsiqoh sebagaimana di “Tarikh
Baghdad”.
Ahmad
bin Muhammad ibnush Shobbah Al Harowiy dia itu adalah Abul Abbas Ahmad bin
Muhammad bin Ahmad bin Muhammad ibnush Shobbah, tsiqoh. sebagaimana di “Tarikh
Baghdad” (4/hal. 364).
Abu
Hamid rowi dari Ibrohim Al Harbiy, tidak diketahui siapakah dia itu?
Pada
asalnya Ahmad bin Muhammad ibnush Shobbah Al Harowiy telah mendengar
riwayat-riwayat langsung dari Ibrohim Al Harbiy.
([3])
HR. Abu Dawud (3641) dan At Tirmidziy (2682), hasan lighoirih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar